KONSEP DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI - Yulidamanda.blogspot.com

KONSEP DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI

DEMOKRASI


Pengertian Dan Konsep Demokrasi
Demokrasi

Pengertian demokrasi dapat di jelaskan melalui sudut pandang, yaitu tinjauan bahasa etimologis dan istilah terminologis. Secara etimologis, demokrasi di katakan brasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan Cratein atau cratos berarti pemerintahan, kekuasaan, dan kedaulatan. Jadi,secara bahasa demo-cratein atau demo-cratos adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedauatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat. Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini sekarang tampak ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki, dan monarki (rahayu, 2017 : 81-83).

 Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi. Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan politik (Karl Popper).

Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis. Beberapa pengertian demokrasi dari para ahli antara lain :

KONSEP DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI

  1. Abraham Lincoln Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
  2. Charles Costello  Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara
  3. C. John L. Esposito Demokrasi pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Hans Kelsen Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Di mana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.
  4. Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
  5. CF. Strong Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.

Dalam konsep demokrasi pemikiran Yunani, demokrasi berarti bentuk politik di mana rakyat sendiri memiliki dan menjalankan seluruh kekuasaan politik. Selanjutnya, dalam pemikiran modern, demokrasi menjadi ide filosofis tentang kedaulatan rakyat. Artinya, semua kekuasaan politik dikembalikan kepada rakyat. Presiden Lincoln dalam pidatonya memberikan kesimpulannya yang bergema kuat tentang definisi terbaik demokrasi dalam sejarah Amerika. Dengan menyatakan, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, ditegaskan bahwa demokrasi adalah sesuatu yang berat, bahkan mungkin merupakan bentuk pemerintahan yang paling rumit dan sulit (Lorenz Bagus. 2002:154).

Banyak ketegangan dan pertentangan dan mensyaratkan ketekunan para penyelenggaranya agar bisa berhasil. Demokrasi tidak dirancang demi efisiensi, tetapi demi pertanggungjawaban, yaitu sebuah pemerintahan demokratis mungkin tidak bisa bertindak secepat pemerintahan diktator, namun sekali mengambil tindakan bisa dipastikan adanya dukungan publik untuk langkah ini. Ada bermacam-macam istilah demokrasi, antara lain ada yang dinamakan demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terimpin, demokrasi pancasila, dan lain sebaginya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari sekian banyak demokrasi ada dua aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusionil dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya demokrasi, tetapi yang pada hakikatnya mendasarkan dirinya atas komunisme. Ciri khas demokrasi konstitusionil adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya (Budiardjo,l983:50; Triguna, 2004:7).

Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dari itu sering disebut pemerintahan berdasarkan konstitusi. Konstitusi dirumuskan melalui proses hukum yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Menurut sistem demokrasi bahwa pemerintahan dapat dilakukan secara langsung atau melalui wakil-wakil rakyat. Wakil-wakil rakyat dipilih secara bebas dan rahasia menurut prinsip yang ditentukan oleh suara mayoritas rakyat. Wakil-wakil rakyat menduduki jabatan dalam waktu tertentu dengan diberikan hak dan kewajiban yang digariskan secara jelas  (Budiardjo, l983:52; Triguna, 2004:7)

Selanjutnya, kepala negara dipilih oleh rakyat atau oleh wakil-wakilnya. Bentuk pemerintahan konstituasi menurut Greg Russel terdiri atas beberapa prinsip. Prinsip tersebut terdiri kedaulatan rakyat, kekuasaan hukum, pemisahan kekuasaan dan sistem pengawasan serta pertimbangan, federalisme, dan perjuangan untuk hak-hak individu. Ini berarti bahwa dalam perkembangannya, definisi demokrasi akhirnya harus menerima elemen perwakilan, yaitu sesuatu yang di kemudian hari diterima sebagai sebuah keniscayaan yang tak terelakkan karena alasan pemerintahan langsung oleh rakyat menjadi hampir tidak mungkin dikerjakan dalam masyarakat yang relatif jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan masyarakat di negara kota Athena dari mana konsepsi demokrasi itu dilahirkan dan dipraktikan. Sejak Abad XVIII dan sesudahnya, baik sebagai konsepsi maupun praktik, prinsip perwakilan merupakan hal yang melekat dalam pengertian demokrasi. Prinsip perwakilan sebagaimana dimengerti sesungguhnya juga telah mengalami sejarah perkembangan yang panjang (Loren Bagus, 2002:155).

Sampai sebelum berakhirnya akhir Abad XIX, prinsip perwakilan dalam demokrasi hanya merujuk pada sejumlah kelompok kecil masyarakat. Walaupun terdapat pemilihan wakil-wakil rakyat, tidak semua warga negara memiliki hak memilih dan dipilih. Di Eropa, berawal di Inggris, anggota parlemen hanya terdiri atas mereka yang berasal dari kelompok bangsawan dan tuan tanah. Itu pun sering hanya untuk menghasilkan parlemen yang sampai batas-batas tertentu tidak lebih dari sekedar sebagai pendamping kekuasaan para raja. Di Eropa, dua kelompok masyarakat inilah yang sampai pada akhir Abad-18 menjadi klas sosial yang secara ekslusif memiliki priveledge dalam sistem perwakilan (Plato, 2002).

Hanya menjelang peralihan ke Abad ke-20 belakangan ini prinsip perwakilan semacam itu mengalami revolusi yang berarti.  Prinsip perwakilan pada akhirnya juga mencakup rakyat dalam arti yang lebih luas.  Tidak hanya itu, konsepsi demokrasi pada akhirnya juga menyentuh hal yang paling mendasar dari hubungan kekuasaan, yaitu, di manapun demokrasi selalu mensyaratkan hadirnya relasi-relasi yang bebas, merdeka, dan setara di antara warga negara.  Sampai sebelum 1760 rupanya tidak sebuah negara manapun di dunia mengadopsi pemerintahan demokratik dalam pengertian yang dipakai sekarang. Pada 1919 demokrasi telah dipraktikkan di Inggris dan negara-negara dominion Inggris, seperti Kanada, Australia, dan Selandia Baru, di samping itu demokrasi juga dipraktikkan di Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa Utara dan Barat, seperti Perancis, Jerman, Italia, Swiss, Austria, Scandinavia. Pada akhir Abad XX, lebih dari separuh jumlah negara-negara di dunia mengadopsi demokrasi (Greg Russel dan Melvin I. Urofsky dalam Clack: Demokrasi, 2001:7-10).
Pada dasarnya pemahaman tentang esensi demokrasi yang berkembang sejak awal hingga pertengahan abad ini merujuk pada konsepsi pemisahan dan pembagian kekuasaan. Pemisahan kekuasaan dalam bahasa inggris separation of power yang berarti memiliki fokus yang terutama berdimensi horisontal, sedangkan pembagian kekuasaan distribution of power memiliki fokus yang berdimensi vertikal. Pemisahan kekuasaan berbicara tentang bagaimana tugas dan kewenangan di antara tiga cabang pemerintahan dipisahkan untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya absolutisme kekuasaan. Tiga cabang pemerintahan ini adalah lembaga yudisial, eksekutif, dan legislatif. Prinsip umum yang dipakai sebagai dasar untuk membuat pemisahan kekuasaan di antara tiga lembaga ini bersumber pada ajaran pokok tentang fungsi pengawasan dan keseimbangan kekuasaan. Apabila fungsi pengawasan ditekankan pada usaha mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan maka fungsi keseimbangan dimaksudkan untuk memungkinkan fungsi-fungsi kekuasaan itu dapat bekerja, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mewujudkan dan menegakkan prinsip umum yang diabdikan oleh demokrasi, seperti keadilan, persamaan, kebebasan, kesejahteraan, kemakmuran, dan seterusnya (Sparringa, 2007).

Dalam konteks hubungan itu ditegaskan bahwa eksekutif ditempatkan sebagai lembaga yang menjalankan amanah rakyat sebagaimana dirumuskan oleh wakil-wakil mereka di lembaga legislatif. Walaupun sampai batas-batas tertentu eksekutif memiliki otonomi untuk menjalankan fungsinya, seperti dalam menentukan fungsi-fungsi dan tugas birokrasi, ia pada dasarnya tunduk pada kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat melalui wakil-wakil mereka. Kata eksekutif oleh karena itu diberi konotasi yang amat jelas dan terbatas, yaitu eksekutor alias pelaksana amanah rakyat. Sementara itu, legislatif memainkan peran sebagai lembaga yang merumuskan aspirasi rakyat. Aspirasi inilah yang dipakai sebagai dasar untuk bekerja merumuskan program-program kebijakan yang pada dasarnya merupakan usaha mendistribusikan dan mengalokasikan sumber dan nilai. Meskipun sampai batas-batas tertentu ia memiliki kewenangan untuk mengelaborasi dan menginterpretasikan apa yang menjadi tuntutan rakyat serta mengambil tindakan untuk dan atas nama rakyat, ia pada dasarnya tidak memiliki hak moral untuk mengambil alih kedaulatan dari tangan rakyat. Pada tempat semacam inilah terdapat kebutuhan untuk membangun legislatif yang peka dan tanggap terhadap dinamika dan perkembangan aspirasi yang terdapat dalam masyarakat (Sparringa, 2007).

Walaupun tidak terlibat dalam proses politik sehari - sehari, lembaga yudisial memiliki posisi yang amat sentral untuk memastikan bahwa prinsip kebebasan dan keadilan dalam politik itu terjadi. Lembaga ini mengantongi sebuah kewenangan tertinggi untuk menjalankan sebuah sistem peradilan yang bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Ia, bahkan atas nama keadilan memiliki kewenangan untuk menilai serta memutuskan apakah sebuah perundang-undangan telah memenuhi kriteria umum yang diakui dalam sebuah sistem yang demokratis. Oleh karena itu, dengan kewenangan yang dimilikinya, lembaga ini dapat menggugurkan sebuah undang-undang, betapapun undang-undang itu telah diputuskan melalui mekanisme yang demokratis sekalipun. Lembaga yudisial bekerja dengan prinsip yang menjunjung tinggi keadilan sebuah prinsip yang tak dapat dianulir oleh kekuasaan manapun termasuk kekuasaan mayoritas dalam legislatif (Sparringa, 2007).

Esensi lainnya yang terdapat dalam demokrasi menurut Sparringa adalah pembagian kekuasaan di antara pemerintah pusat, regional, dan lokal.  Dalam pembagian kekuasaan semacam ini terdapat pengaturan yang jelas tentang apa yang menjadi kekuasaan pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Roh yang pada umumnya dipakai untuk melakukan pembagian ini pada umumnya dilakukan dengan dalil umum, seperti berikut ini.  Apa yang oleh konstitusi tidak diserahkan pengelolaan kekuasaannya kepada pemerintah pusat haruslah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah di tingkat regional. Apa yang oleh konstitusi dan undang-undang lainnya tidak diserahkan pengelolaan kekuasaannya kepada pemerintah pusat dan regional haruslah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah di tingkat lokal. Dalam praktiknya, roh semacam itu sedikit banyak juga dipengaruhi oleh bentuk negara yang dipakai (Sparringa, 2007).

Lebih jauh dijelaskan bahwa pembagian kekuasaan dalam demokrasi juga terjadi di antara apa yang menjadi wilayah negara dan masyarakat/ Dalam sebuah sistem yang demokratis, kedua wilayah ini dipelihara secara amat jelas batas-batasnya. Negara tidak boleh memasuki apa yang menjadi wilayah masyarakat; demikian sebaliknya. Walaupun interaksi di antara kedua wilayah itu berlangsung amat intens dalam sistem yang demokratis. terdapat kecenderungan untuk tidak mencampuradukkan keduanya (Sparringa, 2007).

Roh yang pada umumnya dipakai untuk memilahkan kedua wilayah itu pada dasarnya bersumber pada dalil, negara mengurus wilayah publik, masyarakat mengurus wilayah privat. Dalam sejarahnya, apa yang menjadi wilayah publik cukup sering datang dari wilayah privat. Walaupun demikian, terdapat prinsip yang amat tegas sebelum hal itu menjadi mungkin, wilayah privat yang dipublikkan haruslah datang atas dasar kesepakatan semua elemen yang terdapat dalam masyarakat yang sering merupakan aglomerasi wilayah-wilayah privat yang amat majemuk. Selain itu, juga dijelaskan bahwa ajaran demokrasi juga mensyaratkan terjadinya pemisahan secara jelas antara wilayah masyarakat dan individu. Kolektivitas dan individualitas adalah dua hal yang tidak dapat dicampuradukan. Masyarakat memiliki sejumlah nilai dan norma, sering kali berdasarkan tradisi, yang di antaranya mengatur sejumlah hak, kewajiban, dan tanggung jawab anggota masyarakat. Dalam sistem demokrasi bahwa nilai dan norma masyarakat (Budiardjo,l983:9).

Begitulah KONSEP DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI, semoga dapat dimengerti dan menyerap ilmu yang dipelajari. 

Baca Juga

No comments:

Post a Comment